Maraknya Umroh, MI Murni Ajarkan Manasik Haji Buat Siswanya

Salah seorang mapel Fiqih Ustadzah Jazilatur
Rahmah, S.PdI yang mendampingi disela-sela kegiatan mengatakan, ujian
praktik manasik haji itu merupakan salah satu agenda kegiatan kurikum yang rutin
dilaksanakan tiap tahun oleh siswa/i kelas V pada tahun ajaran 2016/2017.
Pratik manasik haji bertujuan selain menjadi salah satu penilaian dalam pembelajaran,
praktik manasik haji juga dimaksudkan agar setelah siswa lulus dari Madrasah
minimal siswa mengetahui gambaran seperti apa kegiatan pelaksanaan haji yang
menjadi rukun Islam ke lima. “Karena setiap muslim pasti bercita-cita ingin
melaksanakan rukun Islam ke lima, sehingga siswa memiliki gambaran tentang
proses-proses dasar ibadah haji,” jelasnya.
Adapun kreteria penilain antara lain, cara
mengambil miqot, ketepatan melaksanaan sai, tawaf dan kekompakan kelompok dalam
melafazkan zikir dan doa. “Dari ujian-ujian praktik tersebut, para siswa
diharapkan bisa lulus dengan nilai terbaik tentunya diikuti dengan ahlak siswa
ketika berada di luar madrasah,” harapnya.(Zaen).
MI Murni Safari Religi Ramadhan
MI Murni melakukan safari religi ramadhan ke para makam auliya'
yang di Kab. Lamongan (13/06/17). Kegiatan safari religi tersebut merupakan
salah satu kegiatan dari proker keagamaan dari panitia ramadhan yang
dilaksanakan secara rutin setiap 1 tahun sekali. Kegiatan ini diikuti oleh siswa
MI Murni Sunan Drajat Lamongan sejumlah 323 siswa, yang terdiri dari
kelas 3 dan 4.
Kegiatan yang berwarna siraman
rohani ini memiliki tujuan untuk mempererat tali persaudaraan serta
kekeluargaan, dan juga dengan harapan mendapat safaat dari wali-wali Allah SWT.
Dan juga memperkenalkan situs-situs sejarah islam yang ada di Kab. Lamongan
khususnya. Selain itu juga menjelaskan tentang perjuangan-perjuangan Mbah
Lamong dan Mbah Sabilan tentang perjuangan beliau membawa keimanan di Lamongan.
Sejarah
Mbah Lamong
Pada zaman Raja Majapahit Raden
Wijaya, Lamongan sudah menjadi daerah strategis. Dalam naskah riwayat hari jadi
Lamongan, dijelaskan bahwa sudah terdapat jalan purbakala yang menghubungkan
pusat kerajaan di Trowulan dengan Kambang Putih (pelabuhan Tuban) yang berada
di pesisir utara. Diduga jalan purbakala tersebut mulai dari Desa Pamotan yang
berada di selatan, Garung, Kadungwangi, Sumbersari, Pasarlegi, Ngimbang,
Bluluk, Modo, Dradah terus ke utara hingga Gunung Pegat dan berakhir di utara
tepatnya di Desa Pucakwangi di Babat. Pada zamannya, jalan purbakala ini ramai
dilalui para saudagar, punggawa praja, prajurit hingga rakyat jelata.
Kondisi ini berpengaruh terhadap
majunya perkembangan masyarakat di wilayah Lamongan bagian barat ketimbang
warga yang hidup di Lamongan bagian timur. Kehidupan teratur masyarakat ini
dapat dibuktikan dengan ditemukan banyaknya batu prasasti dan petilasan kuno di
sepanjang jalan purbakala ini. Terbentuknya Lamongan sebagai kabupaten tidak
lepas dari santri kesayangan Sunan Giri II bernama Hadi, pemuda asal Desa
Cancing, Ngimbang, Lamongan. Karena kecakapan ilmu agama yang dimiliki, Hadi
ini lantas dipercaya untuk menyebarkan ajaran Islam ke barat Kasunanan Giri.
Berbeda dengan delapan wali lainnya, Sunan Giri dan Kasunanan Giri memiliki sistem monarki, sehingga putra dan keturunan Giri bisa menggunakan gelar Sunan Giri. Dengan perbekalan, pengawalan dan seorang pembantu, Hadi berangkat melaksanakan perintah Sunan Dalem menyebarkan ajaran Islam di wilayah Lamongan. Rombongan penyebar agama Islam ini berangkat menyusuri Kali Lamong dengan naik perahu.
Berbeda dengan delapan wali lainnya, Sunan Giri dan Kasunanan Giri memiliki sistem monarki, sehingga putra dan keturunan Giri bisa menggunakan gelar Sunan Giri. Dengan perbekalan, pengawalan dan seorang pembantu, Hadi berangkat melaksanakan perintah Sunan Dalem menyebarkan ajaran Islam di wilayah Lamongan. Rombongan penyebar agama Islam ini berangkat menyusuri Kali Lamong dengan naik perahu.
Perahu yang dinaiki Hadi
akhirnya membawanya di sebuah tempat bernama Dukuh Srampoh, Pamotan, sebuah
tempat yang berlokasi tidak jauh dari jalan purbakala Majapahit. Rombongan
syiar Islam ini lantas melanjutkan perjalanan darat hingga sampai di
Puncakwangi, yang sekarang masuk dalam desa di wilayah Babat. Karena lokasi
tersebut dianggap sesuai dengan pesan Sunan Giri, akhirnya Hadi mengabarkan
bahwa dirinya sudah berada di tempat 'kali gunting' atau kali yang bercabang
dua. Bertemunya hulu sungai-sungai kecil dari Desa Bluluk dan Modo yang
mengalir ke hilir kali besar yang sekarang bernama Bengawan Solo. Kedatangan
Islam di daerah ini diterima cukup baik oleh masyarakat. Perkampungan Islam
yang dibangun Hadi lambat laun berkembang cukup pesat. Namun di kemudian hari
baru diketahui bahwa lokasi ini bukannya tempat dakwah yang dimaksud Sunan Giri
II. Seiring berkembangnya waktu, perjalanan syiar Islam Hadi berlanjut hingga
Sunan Giri III. Karena keberhasilan sebelumnya dalam berdakwah, Hadi mendapat
pangkat Rangga yang berarti pejabat.
Keberhasilan dan cara dakwah
Rangga Hadi dalam menyebarkan ajaran Islam di wilayah Lamongan, membuatnya
dicintai masyarakat. Kemudian warga menyematkan julukan Mbah Lamong lantaran
sifat mengasuh dan melayani masyarakat yang benar-benar membekas. Dalam
perkembangannya, wilayah Lamongan menjadi incaran penjajah Portugis yang ingin
menguasai pantai utara dan menjajah pulau Jawa. Kemudian Sunan Giri memandang
wilayah Lamongan sebagai lokasi strategis namun rawan karena dilalui oleh
Bengawan Solo yang mampu dilayari kapal pedagang maupun kapal perang penjajah.
Dengan pertimbangan matang,
akhirnya Sunan Giri IV (Sunan Prapen) mengumumkan wilayah kerangga Lamongan
ditingkatkan menjadi kadipaten pada tanggal 26 Mei 1569, Rangga Hadi lantas
diwisuda menjadi adipati Lamongan pertama yang diberi gelar Tumenggung
Surajaya. Rangga Hadi sendiri wafat tahun 1607. Pusara Rangga Hadi berada di
sebelah utara Musala Mbah Lamong yang berada di tengah permukiman penduduk.
Terdapat jalan penghubung antara musala dengan makam Rangga Hadi yang berada di
bangunan terkunci. Sementara itu di kompleks luarnya juga terdapat sejumlah
makam tanpa tulisan di nisan.
Lokasi musala berada di pojok
persimpangan antara Gang Kali Lamong dan Gang Kali Wungu, Kelurahan
Tumenggungan, Kecamatan Lamongan, Lamongan, Jawa Timur. Menurut penuturan salah
satu warga sekitar, Kayah, makam Mbah Lamong hanya akan dibuka di waktu-waktu
tertentu, termasuk saat hari jadi Kota Lamongan yang tanggal penetapannya mengacu
pada wisuda Rangga Hadi. "Memang kalau ramai-ramai ya saat hari ulang
tahun Lamongan, Bupati sama pejabat-pejabat suka ke sini," terangnya saat
berbincang dengan merdeka.com baru-baru ini. Hal ini juga dibenarkan oleh
Chambali, perangkat desa Kelurahan Tumenggungan yang ditemui merdeka.com
terpisah. Menurutnya selain di hari ulang tahun Lamongan, makam Mbah Lamong
juga akan dibuka saat malam Jumat.
"Biasanya Mbah Mirsad (juru
kunci) ikut membantu peziarah mengantarkan doa untuk Mbah Lamong," terang
Chambali saat ditemui di kantor kelurahan. Makam Mbah Lamong ini memang masuk
dalam situs sejarah yang dirawat oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Lamongan. Perawatan dilakukan secara berkala dari tahun ke tahun. "Salah
satu (situs yang dirawat) makam Tumenggung Surajaya, bupati Lamongan pertama.
Dia disebut Mbah Lamong. Ini di zaman Sunan Giri, santrinya. Dia dari daerah
Ngimbang, nyantri di Gresik. Setelah lulus dia menyebarkan ajaran Islam di
barat, Lamongan," terang Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Lamongan Rudi Gumilar. [hhw]
Siswa MI Murni Baksos ke Panti Asuhan Chodijah
Siswa MI Murni Sunan Drajat
Lamongan mendatangi Panti Asuhan Chodijah Lamongan, Rabu (7/6) sore usai
mengikuti rangkaian materi pondok ramadhan. Kedatangan para siswa ini sendiri
tak lain untuk menyalurkan bantuan yang mereka kumpulkan setiap hari ketika
sekolah dan secara sukarela bagi semua siswa/i MI Murni, dikumpulkan jadi satu
dan dikelolah oleh lembaga untuk berbagai macam kebutuhan sosial, termasuk
menjenguk siswa/i dan ustad/ustdzah yang sakit, beasiswa bagi siswa miskin dan
yang kita lakukan hari ini adalah untuk panti asuhan khususnya di Lamongan.
Kegiatan sosial yang dilakukan oleh
perwakilan siswa/i sudah menjadi kegiatan rutin setiap akhir tahun ajaran baru.
Dimana infaq siswa dianggarkan untuk menyumbangkan apa saja bagi anak-anak
yatim piatu yang ada dipanti asuhan. Ini sudah agenda rutin kita setiap tahun
memberikan bantuan kepada penghuni panti dan bantuan tersebut berupa apa saja
yang dianggap bermanfaat buat anak-anak tersebut. Untuk tahun ini kami mencoba
memberikan bantuan berupa perlengkapan sekolah seperti tas, buku dll. Karena
ini momentnya tahun ajaran baru dan bulan ramadhan, kami juga menambahkan
berupa uang tunai untuk keperluan mereka dibulan ramadhan.
Pemberian bantuan ini sendiri
menurut Wakil Kepala Bidang Sarpras dan Humas (ust. Zainal Arifin, S.Pd) bertujuan untuk mengajarkan kepada siswa agar
ringan tangan dalam membantu sesama. Karena menurutnya, banyak anak-anak MI
Murni dari kalangan keluarga mampu dalam hal ekonomi maka kita terketuk hatinya
untuk menyalurkan di Kota Lamongan sendiri, karena setiap harta orang kaya itu
dititipkan sebagian harta orang-orang miskin.Terutama ditahun ini yang
memerlukan uluran tangan seperti penghuni di Panti Asuhan Chodijah tersebut,
ditahun kemarin kita memberikannya di panti asuhan wachid hasyim dan Muawanah. “Kami
berharap bantuan ini bisa sedikit meringankan dan mengurangi beban para
penghuni panti,” katanya.
Penyerahan bantuan ini sendiri
dihadiri oleh Pimpinan Madrasah MI Murni dan Pengurus Panti Asuhan Chodijah.
Namun diserahkan oleh siswa/i MI Murni sediri selaku perwakilan semua siswa/i
di madrasah. (Red. Zen)
Praktik Memandikan Jenazah MI Murni Sunan Drajat Lamongan
Ratusan siswa Kelas 5 MI
Murni Sunan Drajat Lamongan, melakukan praktik memandikan, mengkafani, dan
mensholati jenazah, yang dilaksanakan di dalam mushollah dan di halaman madrasah. Tak hanya melakukan praktik itu saja, ternyata mereka pun praktik berwudhu.
Mengapa harus wudhu dan merawat jenazah dianggap penting oleh ustad/ustadzah
penting buat bekal anak-anak, karena aktivitas tersebut sangatlah penting aplikasinya di masyarakat dan wudhu juga
berpengaruh kepada sah dan tidaknya sholat mereka.
Semua siswa pun tampak begitu
antusias dan seluruhnya memahaminya dengan baik. Kata Wakil Kepala Madrasah
Bidang Kesiswaan (Ust. Abdul Kadir, S.Pd) saat praktik memandikan, menkafani, dan mensholati Jenazah
tersebut merupakan praktik bidang studi fikih yang hukumnya fardlu kifayah.
Karena pada dasarnya, seluruh umat Islam wajib memahi, mengetahui, dan
melaksanakannya tentang tata cara mengurus jenazah.
"Karena kematian manusia
pasti akan selalu ada setiap waktu dan Allah SWT tidak memberitahu sebelumnya,
kapan dan dimana manusia akan diambil nyawanya. Dengan begitu, mulai dari usia
dini, manusia harus diperkenalkan belajar memandikan, menkafani, dan mensholati
jenazah, supaya saat nanti hidup di masyarakat, sudah mampu mengurus jenazah,
minimal sampai mensholatinya.
Pihak lembaga pun berharap, seluruh siswa MI Murni Sunan Drajat Lamongan, setelah berada di tengah-tengah masyarakat kelak, selain mampu melaksanakan ibadah fardhu, juga mampu mengurus jenazah dan juga mampu menjadi imamnya ketika kelak mereka dewasa.Amiiin (Red. Zen).
Pihak lembaga pun berharap, seluruh siswa MI Murni Sunan Drajat Lamongan, setelah berada di tengah-tengah masyarakat kelak, selain mampu melaksanakan ibadah fardhu, juga mampu mengurus jenazah dan juga mampu menjadi imamnya ketika kelak mereka dewasa.Amiiin (Red. Zen).